Pages

Minggu, 30 Mei 2010

Peralatan Pendakian

1. Tali Pendakian
Fungsi utamanya dalam pendakian adalah sebagai pengaman apabila jatuh.Dianjurkan jenis-jenis tali yang dipakai hendaknya yang telah diuji oleh UIAA, suatu badan yang menguji kekuatan peralatan-peralatan pendakian. Panjang tali dalam pendakian dianjurkan sekitar 50 meter, yang memungkinkan leader dan belayer masih dapat berkomunikasi. Umumnya diameter tali yang dipakai adalah 10-11 mm, tapi sekarang ada yang berkekuatan sama, yang berdiameter 9.8 mm.
Ada dua macam tali pendakian yaitu :

* Static Rope, tali pendakian yang kelentirannya mencapai 2-5 % fari berat maksimum yang diberikan. Sifatnya kaku, umumnya berwarna putih atau hijau. Tali static digunakan untuk rappelling.
* Dynamic Rope, tali pendakian yang kelenturannya mencapai 5-15 % dari berat maksimum yang diberikan. Sifatnya lentur dan fleksibel. Biasanya berwarna mencolok (merah, jingga, ungu).

2. Carabiner
Adalah sebuah cincin yang berbentuk oval atau huruf D, dan mempunyai gate yang berfungsi seperni peniti. Ada 2 jenis carabiner :

* Carabiner Screw Gate (menggunakan kunci pengaman).
* Carabiner Non Screw Gate (tanpa kunci pengaman)

3. Sling
Sling biasanya dibuat dari tabular webbing, terdiri dari beberapa tipe. Fungsi sling antara lain :
- sebagai penghubung
- membuat natural point, dengan memanfaatkan pohon atau lubang di tebing.
- Mengurangi gaya gesek / memperpanjang point
- Mengurangi gerakan (yang menambah beban) pada chock atau piton yang terpasang.

4. Descender
Sebuah alat berbentuk angka delapan. Fungsinya sebagai pembantu menahan gesekan, sehingga dapat membantu pengereman. Biasa digunakan untuk membelay atau rappelling.

5. Ascender
Berbentuk semacam catut yang dapat menggigit apabila diberi beban dan membuka bila dinaikkan. Fungsi utamanya sebagai alat Bantu untuk naik pada tali.

6. Harnes / Tali Tubuh
Alat pengaman yang dapat menahan atau mengikat badan. Ada dua jenis hernas :
* Seat Harnes, menahan berat badan di pinggang dan paha.
* Body Harnes, menahan berat badan di dada, pinggang, punggung, dan paha.
Harnes ada yang dibuat dengan webbning atau tali, dan ada yang sudah langsung dirakit oleh pabrik.

7. Sepatu
Ada dua jenis sepatu yang digunakan dalam pemanjatan :
* Sepatu yang lentur dan fleksibel. Bagian bawah terbuat dari karet yang kuat. Kelenturannya menolong untuk pijakan-pijakan di celah-cleah.
* Sepatu yang tidak lentur/kaku pada bagian bawahnya. Misalnya combat boot. Cocok digunakan pada tebing yang banyak tonjolannya atau tangga-tangga kecil. Gaya tumpuan dapat tertahan oleh bagian depan sepatu.

8. Anchor (Jangkar)
Alat yang dapat dipakai sebagai penahan beban. Tali pendakian dimasukkan pada achor, sehingga pendaki dapat tertahan oleh anchor bila jatuh. Ada dua macam anchor, yaitu :
* Natural Anchor, bias merupakan pohon besar, lubang-lubang di tebing, tonjolan-tonjolan batuan, dan sebagainya.
* Artificial Anchor, anchor buatan yang ditempatkan dan diusahakan ada pada tebing oleh si pendaki. Contoh : chock, piton, bolt, dan lain-lain.

Prosedur Pendakian

Tahapan-tahapan dalam suatu pendakian hendaknya dimulai dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengamati lintasan dan memikirkan teknik yang akan dipakai.
2. Menyiapkan perlengkapan yang diperlukan.
3. a. Untuk leader, perlengkapan teknis diatur sedemikian rupa, agar mudah untuk diambil / memilih dan tidak mengganggu gerakan. Tugas leader adalah membuka lintasan yang akan dilalui oleh dirinya sendiri dan pendaki berikutnya.
b. Untuk belayer, memasang anchor dan merapikan alat-alat (tali yang akan dipakai). Tugas belayer adalah membantu leader dalam pergerakan dan mengamankan leader bila jatug. Belayer harus selalu memperhatikan leader, baik aba-aba ataupun memperhatikan tali, jangan terlalu kencang dan jangan terlalu kendur.
4. Bila belayer dan leader sudah siap memulai pendakian, segera memberi aba-aba pendakian.
5. Bila leader telah sampai pada ketinggian 1 pitch (tali habis), ia harus memasang achor.
6. Leader yang sudah memasang anchor di atas selanjutnya berfungsi sebagai belayer, untuk mengamankan pendaki berikutnya.

TEKNIK DASAR PENDAKIAN / CLIMBING

Dikenal sebagai suatu perjalanan pendek, yang umumnya tidak memakan waktu lebih dari 1 hari,hanya rekreasi ataupun beberapa pendakian gunung yang praktis. Kegiatan pendakian yang membutuhkan penguasaan teknik mendaki dan penguasaan pemakaian peralatan. Bentuk climbing ada 2 amcam. :

a. Rock Climbing
- pendakian pada tebing-tebing batau atau dinding karang. Jenis pendakian ini yang umumnya ada di daerah tropis.
b. Snow and Ice Climbing
- Pendakian pada es dan salju. Pada pendakian ini, peralatan-peralatan khusus sangat diperlukan, seperti ice axe, ice screw, crampton, dll.

Teknik Mendaki

1. Face Climbing
Yaitu memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat tonjolan atau rongga yang memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan. Para pendaki pemula biasanya mempunyai kecenderungan untuk mempercayakan sebagian berat badannya pada pegangan tangan, dan menempatkan badanya rapat ke tebing. Ini adalah kebiasaan yang salah. Tangan manusia tidak biasa digunakan untuk mempertahankan berat badan dibandingkan kaki, sehingga beban yang diberikan pada tangan akan cepat melelahkan untuk mempertahankan keseimbangan badan. Kecenderungan merapatkan berat badan ke tebing dapat mengakibatkan timbulnya momen gaya pada tumpuan kaki. Hal ini memberikan peluang untuk tergelincir.Konsentrasi berat di atas bidang yang sempit (tumpuan kaki) akan memberikan gaya gesekan dan kestabilan yang lebih baik.

2. Friction / Slab Climbing
Teknik ini semata-mata hanya mengandalkan gaya gesekan sebagai gaya penumpu. Ini dilakukan pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical, kekasaran permukaan cukup untuk menghasilkan gaya gesekan. Gaya gesekan terbesar diperoleh dengan membebani bidang gesek dengan bidang normal sebesar mungkin. Sol sepatu yang baik dan pembebanan maksimal diatas kaki akan memberikan gaya gesek yang baik.

3. Fissure Climbing
Teknik ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang seolah-olah berfungsi sebagai pasak. Dengan cara demikian, dan beberapa pengembangan, dikenal teknik-teknik berikut.

* Jamming, teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu besar. Jari-jari tangan, kaki, atau tangan dapat dimasukkan/diselipkan pada celah sehingga seolah-olah menyerupai pasak.
* Chimneying, teknik memanjat celah vertical yang cukup lebar (chomney). Badan masuk diantara celah, dan punggung di salah satu sisi tebing. Sebelah kaki menempel pada sisi tebing depan, dan sebelah lagi menempel ke belakang. Kedua tangan diletakkan menempel pula. Kedua tangan membantu mendororng keatas bersamaan dengan kedua kaki yang mendorong dan menahan berat badan.
* Bridging, teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar (gullies). Caranya dengan menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada kedua celah tersebut. Posisi badan mengangkang, kaki sebagai tumpuan dibantu oleh tangan yang juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan.
* Lay Back, teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan tangan dan kaki. Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan punggung miring sedemikian rupa untuk menenpatkan kedua kaki pada tepi celah yang berlawanan. Tangan menarik kebelakang dan kaki mendorong kedepan dan kemudian bergerak naik ke atas silih berganti.

Pembagian Pendakian Berdasarkan Pemakaian Alat

Free Climbing
Sesuai dengan namanya, pada free climbing alat pengaman yang paling baik adalah diri sendiri. Namun keselamatan diri dapat ditingkatkan dengan adanya keterampilan yang diperoleh dari latihan yang baik dan mengikuti prosedur yang benar. Pada free climbing, peralatan berfungsi hanya sebagai pengaman bila jatuh. Dalam pelaksanaanya ia bergerak sambil memasang, jadi walaupun tanpa alat-alat tersebut ia masih mampu bergerak atau melanjutkan pendakian. Dalam pendakian tipe ini seorang pendaki diamankan oleh belayer.

Free Soloing
Merupakan bagian dari free climbing, tetapi sipendaki benar-benar melakukan dengan segala resiko yang siap dihadapinya sendiri.Dalam pergerakannya ia tidak memerlukan peralatan pengaman. Untuk melakukan free soloing climbing, seorang pendaki harus benar-benar mengetahui segala bentuk rintangan atau pergerakan pada rute yang dilalui. Bahkan kadang-kadang ia harus menghapalkan dahulu segala gerakan, baik itu tumpuan ataupun pegangan, sehingga biasanya orang akan melakukan free soloing climbing bila ia sudah pernah mendaki pada lintasan yang sama. Resiko yang dihadapi pendaki tipe ini sangat fatal sekali, sehingga hanya orang yang mampu dan benar-benar professional yang akan melakukannya.

Atrificial Climbing
Pemanjatan tebing dengan bantuan peralatan tambahan, seperti paku tebing, bor, stirrup, dll. Peralatan tersebut harus digunakan karena dalam pendakian sering sekali dihadapi medan yang kurang atau tidak sama sekali memberikan tumpuan atau peluang gerak yang memadai.

Teknik Turun / Rappeling
Teknik ini digunakan untuk menuruni tebing. Dikategorikan sebagai teknik yang sepeuhnya bergantung dari peralatan. Prinsip rappelling adalah sebagai berikut :

1. Menggunakan tali rappel sebagai jalur lintasan dan tempat bergantung.
2. Menggunakan gaya berat badan dan gaya tolak kaki pada tebing sebagai pendorong gerak turun.
3. Menggunakan salah satu tangan untuk keseimbangan dan tangan lainnya untuk mengatur kecepatan.

Peralatan Mendaki

carrier1By: Hengky Hebat

Jika Anda hendak merencanakan melakukan pendakian atau hanya untuk sekedar menjelajah hutan, peralatan mendaki adalah kebutuhan yang utama untuk kita persiapkan. Jika Anda hendak membeli peralatan mendaki, pastikan Anda menemukan peralatan yang tepat untuk melakukan jenis perjalanan yang akan kita lakukan. Mungkin ada baiknya kita bisa catat sebelum berangkat ke toko tempat kita akan belanja peralatan itu.
Jikalau Anda sudah menemukan peralatan yang Anda cari, adalah sesuatu yang penting untuk memperhatikan kualitas dan juga harga yang ditawarkan. Sekali lagi jangan asal pilih. Karena mungkin jika suatu saat Anda menghadapi situasi yang diluar prediksi Anda, satu-satunya yang bisa diandalkan adalah peralatan Anda.
Untuk perjalanan yang pendek Anda mungkin tidak akan membutuhkan banyak peralatan seperti melakukan perjalanan jauh. Tapi walaupun demikian tetap saja kita wajib melakukan persiapan, karena kita punya kemungkinan tersesat pula.
Satu yang pasti bawalah tas carrier Anda untuk membawa seluruh logistik yang akan kita bawa. Peralatan yang lain misalnya: kompas, baju cadangan, jaket, sarung tangan dan kaos kaki. Untuk makanan bawalah makanan yang mudah penyajiannya, nanti kalau Anda sudah mulai mahir bisa membawa makanan apapun di dalam tas Anda. Persiapkan juga peralatan memasak berikut bahan-bakarnya, korek api, senter beserta baterainya, mungkin juga Anda harus membawa obat-obat pribadi, lotion pelindung matahari, botol air, camilan untuk bekal di perjalanan.
Bawalah juga tenda yang akan anda pakai untuk tidur, jangan lupakan juga cover dan frame nya karena sifatnya yang vital. Mungkin ada baiknya Anda cek dulu dan Anda bersihkan di rumah sebelum di bawa mendaki. Satu hal yang vital adalah sleeping bag (kantong tidur). Benda yang satu ini sifatnya wajib karena kita akan bermalam di tempat yang suhu rata-rata malam hari bisa mendekati atau bahkan kurang dari nol derajat!
Ada baiknya juga Anda bawa survival kit untuk persiapan hal-hal yang tidak terduga selama perjalanan. Kalau memungkinkan ada baiknya juga membawa peralatan GPS (Global Positioning System). Setelah semua terkumpul lakukan cek dan ricek lagi, sebaiknya catat lagi barang-barang bawaan Anda agar tidak ada yang terlewat.
Ingatlah untuk selalu membawa peralatan dengan kwalitas yang baik karena mungkin saja barang yang kita bawa dapat saja tidak terpakai justru karena rusaksebelum digunakan………….

Selamat Mendaki………..

Karakteristik Gunung Lawu


Gunung Lawu memiliki ketinggian 3.265 M.dpl ( dari permukaan Laut ) terletak di perbatasan Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah secara umum tidak jauh berbeda karakternya alamnya dengan gunung – gunung lain di Indonesia, hanya dalam beberapa hal gunung Lawu ada sesuatu yang khas yang tidak dimiliki oleh gunung – gunung lain di Indonesia.Beberapa keunikan yang ada di gunung Lawu merupakan suatu khasanah yang selayaknya juga diketahui oleh para pendaki khususnya para pemula agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Gunung Lawu bagi masyarakat Jawa memiliki arti yang sangat spiritual hal ini dikarenakan kepercayaan masyarakat Jawa yang meyakini bahwa Gunung Lawu adalah tempat muksanya Prabu Brawijaya V Raja Majapahit terakhir. Di samping itu Lawu dipercaya oleh sebagian masyarakat Jawa sebagai salah satu paku Tanah Jawa selain Gunung Merapi dan Laut Selatan tentunya.

Pendakian ke gunung Lawu yang paling ramai dilaksanakan pada malam tanggal 1 Muharram atau pada malam 1 Suro dan pada malam tahun baru. Pada malam 1 Muharram jumlah para pendaki yang menunju puncak Lawu atau tempat – tempat yang dikeramatkan di gunung Lawu ,bisa mencapai sekitar 10 ribu orang lebih. Tua, muda, mahasiswa, pelajar, dosen, karyawan, Pramuka, Pecina Alam, pengusaha, petani, pengamen, bahkan para pengangguran beramai – ramai mendaki Lawu dengan berbagai maksud dan tujuan tertentu.

B. KARAKTER GUNUNG LAWU SECARA UMUM

1. KETINGGIAN DAN SUHU UDARA

a. Ketinggian Gunung Lawu adalah 3.265 meter dari permukaan laut

b. Suhu udara di puncak pada sian hari rata-rata suhu berkisar antara 10 derajat celsius – 14 derajat celsius. Pada malam hari rata- rata 4 derajat celsius – 0 derajat celsius

2. LOKASI

Terletak di wilayah kab. Magetan, Jawa Timur dan sebagian di Kab. Karang Anyar , Jawa Tengah. Gunung Lawu termasuk dalam wilayah KPH Lawu Ds Perum INHUTANI UNIT II Jawa Timur, dan sebagian dalam wilayah KPH Surakarta Perum INHUTANI UNIT I Jawa Tengah.

a. Wilayah Jawa Timur bagian barat dibatasi :

sungai Gandong yang berasal dari Kawah Condrodimuko membelah ke utara sampai gunung Nitis. Atau garis triangulasi dari puncak tertingi Hargodumilah sampai ke desa Cemoro Sewu.

b. Sebelah Timur :

Dusun Karang Gupito, Desa KarangRejo, Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi.

c. Sebelah Utara :

Dusun Wukir Bayi atau Girimulyo, desa Kletekan, kecamatan Jogorogo, Kabupaten Magetan.

d. Sebelah Selatan

Dusun Cemoro Sewu, Dusun Singolangu, Desa Ngancar, Kec. Plaosan kabupaten Magetan.

B. FLORA DAN FAUNA

1. FLORA ( TUMBUHAN )

Di kaki gunung yang sebagian besar merupakan hutan lindung berbagai jenis tanaman rimba banyak dijumpai disini seperti : Cemara, Puspa, Kipres, Tristania, sedang di bawah pohon – pohon ini terdapat empon-empon seperti Kunyit, laos, jahe dan bunga-bunga kuning, merah berbaur dengan rumputan.

Di perut gunung pepohonan jenis acasia decurent, Mlandingan gunung dan sebagian Tristania makin banyak dijumpai. Diwilayah ini pohonan amat lebat, sinar matahari tidak sepenuhnya mencapai tanah sehingga membuat wilayah ini redup dan dingin.

Di wilayah dada tumbuhan yang mendominasi kebanyakan Pasang Tritis, bentuknya seperti bonzai. Tingginya tak lebih dari 4 meter tajuknya lebat dengan daun kecil bulat agak jarang berwarna hijau dan di ujung daunnya agak kemerah-merahan. Batang pohon ini berwarna hitam keras dan kuat, tumbuh merata di sela-sela batu cadas.di bagian bawah banyak jenis bunga-bunga berwarna-warni seperti edelweis juga tumbuh di bawah tegakan

Di wilayah sekitar puncak jenis acasia decurent tumbuh rapat menutup permukaan tanah. Di sebelah barat tidak tampak tumbuhannya karena tebing gunung menjulang tegar. Baru setelah sampai puncak gunung Lawu, acasia decurent dan manisrejo menghampar luas menutup permukaan puncak gunung. Di sini nyaris tidak ada pohon besar sehingga sinar matahari langsung menerpa kulit kita. Sementara udara dingin yang amat menggigit memungkinkan terjadinya kontradiksi antara panas badan dan dinginnya udara ini membuat kulit para pendaki menjadi pecah – pecah.

2. F A U N A ( BINATANG )

Ada satu dua jenis harimau masih sering dijumpai masyarakat terutama di daerah dusun Mojosemi atau Singolangu. Begitu juga babi hutan dan Kijang masih dapat atau banyak dijumpai di sekitar desa Sarangan, desa Cemoro Sewu, Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.

Burung Jalak Gading atau yang lebih dikenal dengan “jalak Lawu” hampir sepanjang jalan di jalur pendakian, lebih-lebih bagi para pendaki yang mendapat “ berkah dari Sunan Lawu” para pendaki ini selalu diikuti burung jalak gadin yang dianggap “ keramat” sebagai menunjuk jalan untuk menuju Puncak. Burung ini tidak besar hanya sebesar jalak Ungu dan jalak Bali. Bulunya berwarna coklat, bagian dada berwarna kuning emas, paruh dan kakinya kuning, nampak begitu jinak namun begitu didekati dia langsung tebang. Ular hampir tidak pernah dijumpai penduduk namun jika kera masih sering dilihat.

3. TOPOGRAFI

Bila para pendaki memulai pendakian lewat dusun Cemoro Sewu gambaran route pendakian yang akan dilewati adalah sebagai berikut :

Antara posko Cemoro Sewu ( Start pendakian) s/d Pos 1 kemiringan berkisar 30 s/d 40 derajat dan sedikitdemi sedikit menanjak, banyak kelokan, jalan setapak berupa makadam. Jalanan makadam ini sekitar 500 meter. Kemudian antara pos 1 dan pos 2 kurang lebih ketinggian 2.000 meter Dpl. Medan semakin terjal, kemiringan bertambah sekitar 40 s/d 50 derajat. Jalan berbatu, semakin ke atas sejauh 1.500 meter ( antara pos 2 s/d pos 5 ) kemiringan mencapai 50 s/d 80 daerah ini benar- benar curam dan terjal. kemudian antara leher sampai puncak Hargo Dumilah sejauh 1.000 meter ( antara pos 5 s/d Puncak ) medan yang curam sudah tidak nampak, landai sedikit, naik turun, melingkar mengelilingi puncak. Pada puncak gunung Lawu terdapat beberapa bukit kecil, seperti Hargo Dumilah, bukit Cokro Suryo, jurang dan lembah bekas muntahan gunung yang membeku ratusan ribu tahun yang lalu.

Sebelah timur puncak Hargo Dumilah, hamparan lembah amat luas sampai turun ke lereng bawah. Sebelah barat jurang-jurang kawah Condrodimuko,cokrosrengenge, Pawon Sewu nampak begitu mengerikan dan terkesan mistis.

Belahan selatan, hutan alam berbukit-bukit sampai turun ke lereng bawah, sedang belahan utara banyak lembah – lembah, bukit pasar Dieng dan Selo Pundutan nampak jelas.

Sekilas jarak tempuh dari dusun Cemoro Sewu sampai Puncak Hargo Dumilah sekitar 7 Kilometer. Rinciannya sebagai berikut :

-Posko pemberangkatan – Pos 1 : 1.990 Km

-Pos 1 - Pos 2 : 2.250 Km

-Pos 2 - Pos 3 : 0,700 Km

-Pos 3 - Pos 4 : 1,750 Km

-Pos 4 - Pos 5 - Puncak : 0,300 Km

4. TEMPAT – TEMAT YANG DI KERAMATKAN

A. HARGO DALEM

Bentuknya seperti makam biasa, tidak terkesan peninggalan kno, dihiasi ukiran kayu sebagai dinding belakang. Sebelah kanan kiri ukiran bunga, bagian tengah ukiran gunungan wayang. Atap dari bahan sirap, membujur ke arah utara dan selatan. Di tengah-tengahnya terdapat makuto atau mahkota raja. Menurut cerita rakyat, Hargo Dalem merupakan tempat petilasan muksanya Prabu Brawijaya V raja Majapahit atau yang kikenal dengan sebutan “Sunan Lawu”. Tempat ini dianggap tempat paling keramat dan paling di sakralkan. Di waktu- waktu tertentu banyak orang – orang yang bersemedi dan bertapa di tempat ini. Bahkan banyak bangsawan kraton Surakarta dan Kesultanan Jogyakarta juga datang ketempat ini.

B. HARGO DUMILAH

Merupakan puncak tertinggi gunung Lawu, wilayah ini berupa tanah padas yang ditumbuhi sedikit caliandra, edelweis, manisrejo dan rumput gambut. Disini terdapat tugu prasasti yang sering diabadikan ( difoto) oleh para pendaki sebagai bukti mereka sudah pernah sampai puncak lawu. Dan ditempat ini pula para pendaki dapat melihat “sunrise “ ( matahari terbit ). Saat inilah yang paling banyak ditunggu – tunggu oleh para pendaki.

C. TELOGO KUNING

Tempat ini adalah sebuah lembah yang diapit oleh puncak Hargo Dumilah dan puncak gunung yang lainnya tapi masih dalam gugusan gunung Lawu. Dasar telogo ini adalah rumput gambut yang berwarna kuning teal. Bila musim penghujan terisi oleh air, warnanya menjadi kuning. Tempat ini terletak sebelah selatan Hargo Dumilah turun ke bawah sedikit. Menurut cerita rakyat tempat ini adalah tempat para putri kerajaan Majapahit mandi.

D. SENDANG DRAJAT

Bentuknya menyerupai sumur dengan garis tengah kurang lebih 2 meter dan dalamnya 1,5 meter.airnya tidak pernah habis walau terus diambil. Dan bila bulan Suro, air dikuras oleh para pendaki yang singgah disana. Dipercayai oleh banyak kalangan air sendang Drajat ini memberikan banyak manfaat bagi yang meminumnya. Saat ini sekitar sendang Dajat sudah dibangun Kamar mandi dan WC.

E. SUMUR JOLOTUNDO

Dari luar bentuknya menyerupai lubang besar yang berukuran garis tengah 3 meter dan dalamnya kurang lebih 4 mater. Dalam sumur ini terdapat pintu goa dengan garis tengah 90 cm. konon tempat ini merupakan tempat semedi

Prabu Brawijaya V.

Dan masih banyak lagi tempat tempat keramat lainnya dalam kawasan gugung Lawu yang hampir semuanya bedasarkan cerita rakyat berhubungan dengan keberadaan Prabu Brawijaya V atau Sunan Lawu., seperti : Lumbung Selayur, Pawon Sewu, Sendang Putri, Sendang Lanang, goa Kepatihan, makam Raden Bagus Bancolono, Hargo Tiling, Kandang Umbaran, Kawah Condrodimuko, Sendang Macan, Pasar Dieng, Selo Pundutan, Sendang Panguripan, goa selarong, Pertapan Jodipati, dll.

5. MACAM LARANGAN MENDAKI KE GUNUNG LAWU

1. Memakai kain sutra berwarna hijau pupus

2. Memakai udeng/ ikat kepala bercorak gadung melati

3. Memetik/ membawa / merusak bunga edelweis

4. Merusak tempat-tempat yang dikeramatkan

5. Mencorat-coret di sembarang tempat

6. Mengganggu burung jalak Gading

7. Berbicara kasar, sombong, takabur ( jw; nyepelekne)

8. Membuang sampah sembarang tempat

9. Membawa obor untuk alat penerangan

10. Berpisah dengan kelompok ( khusus pemula )

11. Minum – minuman keras

12. Memotong kompas / cross feet, selama pendakian

Hal-hal tersebut diatas, sangatlah perlu diperhatikan bagi para pendaki khususnya para pemula. Semua itu demi keselamatan dan keamanan bersama.dan perlu diingat pada waktu pendakian prinsip utama seorang petualang sejati yaitu :

1. Jangan membunuh apapun kecuali waktu

2. Jangan tinggalkan apapun kecuali jejak

3. Jangan mengambil apapun kecuali photo

Pecinta Alam dan Paradigma Gerakan Lingkungan (bag.2)

Enviromentalisme dan gerakan lingkungan

sebelum melangkah lebih jauh melihat gerakan lingkungan baiknya kita tinjau masalah lingkungan. Masalah masalah lingkungan hidup seringkali tidak menjadi prioritas yang tinggi dan seringkali menjadi sub agenda dengan demikian akhirnya larut dan tenggelam dalam tema-tema kampanye yang lebih luas dan abstrak. sementara itu gerakan lingkungan atau dsebut juga enviromentalisme yaitu suatu faham yang menempatkan lingkungan hidup sebagai pola dan arah gerakannya. Bagi sebagian pihak enviromentalisme mungkin asing karena enviromentalisme dianggap sebagai gerakan yang membahayakan orde pada waktu itu (orde baru) terutama dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan ekploitasi hutan. Organisasi non politik yang concern pada lingkungan pada masa itu pun di arahkan langsung oleh Emil Salim waktu itu menjabat Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup untuk tidak mengikuti taktik Green Peace ataupun The German Green yang bisa masuk mengkritisi setiap kebijakan pemerintah yang tidak memperhatikan dampak lingkungan hidup terhadap alam ataupun masyarakat.

Sedangkan gerakan lingkungan hidup menurut literatur sosiologi istilah “gerakan lingkungan hidup” digunakan dalam tiga pengertian yaitu pertama sebagai penggambaran perkembangan tingkah laku kolektif (collective behavior). Kedua, sebagai jaringan konflik-konflik dan interaksi politis seputar isu-isu lingkungan hidup dan isu-isu lain yang terkait. Ketiga, sebagai perwujudan dari perubahan opini publik dan nilai-nilai yang menyangkut lingkungan.

Di Indonesia istilah gerakan lingkungan hidup di pakai dalam konsorsium : “15 tahun Gerakan Lingkungan Hidup : Menuju Pembangunan Berwawasan Lingkungan”. Yang di selenggarakan oleh kantor Meneg Kependudukan Dan Lingkungan Hidup di Jakarta, 5 Juni 1972.

Denton E Morrison mengusulkan bahwa yang di sebutkan gerakan lingkungan hidup sesungguhnya terdiri dari 3 komponen yaitu komponen pertama, the organized or voluntary enviromental movement ( gerakan lingkungan yang terorganisir atau gerakan yang sukarela ) termasuk dalam kategori ini adalah organisasi lingkungan seperti Enviromental Devense Fund, Green Peace atau di Indonesia ada WALHI Jaringan Pelestarian Hutan “SKEPHI”. Komponen kedua, The public enviromental movement (gerakan lingkungan publik ) adalah khalayak ramai yang dengan sikap sehari-hari dalam tindakan dan kata-kata mereka menyatakan kesukaan mereka terhadap ekosistem tertentu, pola hidup tertentu serta flora dan fauna tertentu. Komponen ketiga The Institusional Enviromental Movement (gerakan lingkungan terlembaga ) ini sangat menentukan dalam negara negara berkembang dimana peranan negara sangat dominan dan peranan aparat-aparat birokrasi resmi mempunyai kewenangan hukum (yuridiksi) terhadap kebijakan umum tentang lingkungan hidup atau yang berkaitan dengan lingkungan hidup sebagai contoh di Amerika ada Badan Perlindungan Lingkungan ( EPA - Enviromental Protection Agency), Dinas Pertamanan Nasional ( National Park Service) padanannya di Indonesia adalah Kantor Meneg KLH, DEPHUT.

Komponen gerakan lingkungan terlembaga ini penting untuk di amati sendiri ambilah contoh keberhasilan EPA dalam mengendalikan polusi air dan udara misalnya di pengaruhi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, kebijaksanaan luar negeri serta ketersediaan sumber-sumber energi

Hakikat gerakan lingkungan menurut Buttel dan Larson mempunyai beberapa manfaat, pertama struktur gerakan lingkungan di setiap negara yakni hubungan diantara tiga komponen itu bisa berbeda-beda dan ini membawa variasi yang cukup berarti di antara paham lingkungan (enviromentalism) negara-negara itu. Kedua, taktik dan ideologi gerakan lingkungan terorganisir di suatu negara dapat di lihat sebagai hasil interaksi diantara komponen - komponen kelas negara itu satu pihak, dan kelompok-kelompok kepentingan (interces group) dilain pihak.

Epilog

Perubahan paradigma dalam tubuh pencinta alam bukan sebuah kemustahilan untuk berubah dan seimbang dengan kegiatan kegiatan alam terbuka yang biasa di gelutinya. Tidak menutup kemungkinan sebuah gerakan radikal untuk masalah kesadaran lingkungan terwujud dalam satu koridor gerakan lingkungan karena masalah lingkungan adalah masalah bersama yang membutuhkan kerjasama dari setiap stake holder pelaku,pemerhati dan aktivis yang bergerak atasnama lingkungan

Dalam konteks gerakan lingkungan, maka tantangan semakin yang semakin besar di masa mendatang mengharuskan kita untuk melakukan reposisi gerakan lingkungan menjadi gerakan sosial, karena ini adalah satu-satunya jalan untuk menghadapi dominasi pasar dan globalisasi

Pecinta Alam dan Paradigma Gerakan Lingkungan (bag.1)

Oleh: Odang Erik Rodiana

“Jika ingin mengubah negara untuk kegiatan - kegiatan yang sulit tentang persoalan kebijakan politik, pencinta lingkungan menjadi sumber kekuatan dengan apa saja dapat dilakukan. Jika anda ingin mempunyai negara untuk kepentingan ekonomi, pikirkan diri anda dan generasi anda yang akan datang, saya yakin anda dapat melakukannya“
(Gerlorfd Nelson dalam Catalyst Conference Speech University of Illionis, 1990)

Pencinta alam di Indonesia saat ini belum dirasakan sebagai salah satu akar gerakan lingkungan, terbukti dalam korelasinya saat ini dengan menjamurnya perhimpunan pencinta alam seiring pula dengan kerusakan yang tidak terkendali. Dimanakah letak penyimpangan ini karena keberadaan pencinta alam dalam tataran yang ideal dapat menumbuhkembangkan generasi yang peduli lingkungan. ini patut dikembangkan baik dalam pola gerakan maupun pengembangan organisasinya. Namun dalam tataran real tidak bisa di bedakan antara pencinta alam dan penggiat alam terbuka karena keduanya hampir tidak bisa dibedakan mana yang penggiat dan mana pencinta alam

Model gerakan lingkungan yang berasal dari pencinta alam pada periode kelahirannya lebih menekankan pada kecintaan terhadap alam yang diwujudkan dengan naik gunung, camping, pelatihan konservasi, dan penghijauan di lereng-lereng gunung. Selain kecintaan terhadap alam, mereka ornop dan sebagian pencinta alam masih terkonsentrasi pada model pembangunan. Karena mereka masih meyakini kebenaran model pembengunan berkelanjutan dengan standar kemajuan ekonomi yang sesungguhnya menimbulkan dampak.

Simpulan Paradigma

Dua nama, pencinta alam dan penggiat alam terbuka seolah-olah merupakan satu kesatuan utuh yang tidak bisa di pisahkan antara keduanya. Namun kalau dilihat secara etimologi kata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia akan nampak kelihatan bahwa keduanya tidak ada hubungan satu sama lainnya.

Dalam KBBI, pecinta (alam) ialah orang yang sangat suka akan (alam), sedangkan petualang ialah orang yang suka mencari pengalaman yang sulit-sulit, berbahaya, mengandung resiko tinggi dsd. Dengan demikian, secara etimologi jelas disiratkan dimana keduanya memiliki arah dan tujuan yang berbeda, meskipun space, ruang gerak aktivitas yang dipergunakan keduanya sama, alam.

Dilain pihak, perbedaan itu tidak sebatas lingkup “istilah” saja, tetapi juga langkah yang dijalankan. Seorang pencinta alam lebih populer dengan gerakan enviromentalisme-nya, sementara itu, petualang lebih aktivitasnya lebih lekat dengan aktivitas-aktivitas petualangan seperti pendakian gunung, pemanjatan tebing, pengarungan sungai dan masih banyak lagi kegiatan yang menjadikan alam sebagai medianya.

Belakangan, berlahiran kelompok-kelompok yang mengatasnamakan dirinya sebagai “Kelompok Pecinta Alam, (KPA)”. Namun, keberadaaan mereka belum mencirikan kejelasan arah gerak dan pola pengembangan kelompoknya. Jangankan mencitrakan kelompoknya sebagai pecinta alam, sebagai petualang pun tidak. Aktivitas mereka cenderung merupakan aksi-aksi spontanitas yang terdorong atau bahkan terseret oleh medan ego yang tinggi dan sekian image yang telah terlebih dulu dicitrakan oleh KPA-KPA lain, dengan demikian banyak diantara para “pencinta alam” itu cuma sebatas “gaya” yang menggunakan alam sebagai alat.

Pencinta alam dunia dengan gerakan enviromentalisme yang berjuang keras dalam menjaga keseimbangan alam ini patut kita contoh sebagai satu gerakan untuk masa depan, kini yang sering ditanyakan ketika kerusakan alam di negeri ini semakin parah dimanakah pencinta alam, begitupun dengan para petualang yang menggunakan alam sebagai medianya. Bahkan Tak jarang aktivitas mereka berakhir dengan terjadinya tindakan yang justru sangat menyimpang dari makna sebagai pecinta alam, misalkan terjadinya praktek-paktek vandalisme. Inilah sebenarnya yang harus di kembalikan tujuan dan arahnya sehingga jelas fungsi dan gerak merekapun bukan hanya sebagai ajang hura-hura belaka.

Sebuah harapan untuk mengembalikan keseimbangan alam ini supaya terhindar dari terputusnya sistem dalam kehidupan ini bukan tanggung jawab pencinta alam atau penggiat alam terbuka saja tapi tugas kita semua sebagai mahluk penghuni bumi dan dua arah yang berbeda dapat bersatu untuk menciptakan kelestarian alam ini khususnya lingkungan hidup.

Aktivis lingkungan hidup dunia dengan gerakan cinta lingkungannya akan lebih berarti tindakannya dengan dukungan dari para pencinta alam yang ada di negeri ini. Dalam perbedaan pola fikir dan arah gerak pencinta alam dengan penggiat alam terbuka terdapat kesamaan pula dengan media yang sama untuk itu bukanlah suatu kemustahilan keduanya bersatu untuk masa depan lingkungan hidup Indonesia sehingga terciptanya lingkungan hidup yang seimbang, stabil dan bermanfaat bagi kehidupan sekarang dan masa depan.

Sebuah peringatan kepada kemanusiaan yang diterbitkan oleh 1.575 ilmuwan dari enam puluh sembilan negara yan mengikuti Konverensi Rio tahun 1992 perlu kita ketahui sebagai sebuah awal penyadaran untuk lingkungan hidup ini.

“Peringatan ” itu berisi bahwa umat manusia dan alam berada pada arah yang bertabrakan. Kegiatan manusia mengakibatkan kerusakan besar pada lingkungan dan sumber daya yang sangat penting yang seringkali tidak dapat di pulihkan. Jika tidak dikaji, banyak dari kegiatan kita skang yang ini menempatkan masa depan pada keadaan yang sangat beresiko, sehingga kita menghadapi realitas masyarakat manusia dan alam tumbuhan dan hewan dan mungkin juga dunia tempat kita hidup ini berubah sedemikian rupa, sehingga tidak dapat lagi mendukung kehidupan menurut cara yan kita kenal. Perubahan fundamental adalah urgen jika kita ingin menghindarkan benturan dalam arah perjalanan kita yang sekarang ini terjadi.(” World scientist Warning to Humanity “) , Pernyataan siaran pers diterbitkan 18 November 1992 oleh The Union of Concerned Scientist.) “

Ancaman yang menempatkan alam dan penghuninya (manusia maupun bukan manusia) berada dalam bahaya ini patut kita ketahui bersama tentang konsekuensi dari berbagai kegiatan yang dilakukan oleh umat manusia sebagai penghuni bumi ini.

(bersambung)